Intrik Politik Tiongkok Kuno

1.     Identitas Buku

Judul: Qin: Kaisar Terakota

Penulis: Michael Wicaksono

Penerbit: Elex Media Komputindo

Tebal Buku: 370 halaman

Cetakan: Cetakan pertama, tahun 2013

Tempat Terbit: Jakarta

Jenis Buku: Nonfiksi

Harga Buku: Rp. 100.000,00

2.     Biografi Penulis

Michael Wicaksono, lahir di salatiga. Dokter yang sempat mengenyam Pendidikan S2 di Tiongkok. Michael Wicaksono merupakan peminat sejarah Tiongkok dan mulai mengambangkan  hobinya menulis bahkan sejak duduk di bangku kuliah. Beberapa karyanya seperto Qin: Kaisar Terakota, Republik Tiongkok, dan Republik Rakyat China merupakan karya yang cukup laris di pasaran. Saat ini ia masih menjalankan praktek akupuntur di samping memanfaatkan waktu luang untuk menulis.

3.     Sinopsis

Cerita di buku dimulai dengan menjelaskan sejarah singkat mengenai asal-usul negeri Qin, sebuah negeri yang terletak di ujung paling barat peradaban Tiongkok, di daerah yang dikenal dengan nama Guanzhong. Guanzhong adalah sebuah wilayah yang terpencil, letaknya yang jauh dari pusat peradaban Tiongkok kuno menjadikannya terisolasi dari dunia luar. Namun lokasi yang terpencil ini diimbangi dengan letak Guanzhong yang strategis, Guanzhong diapit dikeempat sisinya oleh pegunungan yang menyebabkannya susah untuk diserang dari luar tapi mudah untuk dipertahankan. Diwilayah yang terisolir namun strategis inilah negeri Qin berdiri.

Meskipun terisolasi, tanah Guanzhong sangat cocok bagi perkembangan negeri Qin, hal ini dikarenakan keadaan Tiongkok di masa itu yang sedang berada dalam masa penuh kekacauan yang dikenal dengan nama zaman musim semi dan musim gugur (770 – 476 SM). Di zaman ini raja-raja Dinasti Zhou telah kehilangan wibawa mereka. Keputusan raja-raja Zhou untuk membagi-bagi wilayah Tiongkok kedalam prrovinsi-provinsi feudal yang dikendalikan oleh adipati dan bangsawan semi feudal dan otonom ternyata malah merong-rong kekuasaan raja-raja Zhou. Sebagai akibatnya kekuasaan raja-raja Zhou hanya tinggal nama sementara Tiongkok dikendalikan oleh negara-negara bagian semi independen yang semakin lama semakin lepas kendali dari Zhou.

Selama awal berdirinya Negeri Qin merupakan negara yang pasif, namun semua itu berubah Ketika Adipati Mu (Memerintah 659-621 SM) berkuasa sebagai penguasa Qin. Adipati Mu melakukan reformasi dan restrukturisasi besar-besaran, ia merekrut pejabat-pejabat yang berbakat serta mengadakan aliansi dengan negara bagian terkuat di Tiongkok pada masa itu, yaitu negeri Jin. Adipati Mu juga melakukan ekspansi wilayah ke barat dan Timur, sekaligus mencaploki negara-negara kecil yang ada di sekitarnya. Kebijakannya yang agresif serta pandangannya yang visioner mengakibatkan negeri Qin mengalami kemajuan yang besar di masa Adipati Mu. Sepeninggal Adipati Mu, negeri Qin Kembali mengalami stagnasi namun semuanya berubah Ketika Adipati Xiao naik takhta.

Adipati Xiao (Memerintah 361 – 338 SM) adalah seorang adipate yang visioner. Melihat betapa negara bagian lainnya di Tiongkok telah mengalami kemakmuran akibat reformasi pemerintahan yang mereka lakukan Adipati Xiao pun mulai melakukan reformasi di negeri Qin. Dalam usaha reformasi ini sang adipati dibantu oleh seorang terpelajar Bernama Shang Yang, seorang asal Wei. Shang Yang merupakan seorang sarjana beraliran Legalis, dibawah ide-ide reformasi yang ia lontarkan Negeri Qin mengalami kemakmuran. Praktek korupsi dan nepotisme yang marak di istana Qin dibasmi habis, sementara produksi pangan meningkat berkali-kali lipat. Sayangnya Shang Yang tewas akibat kejamnya intrik istana sebelum sempat melihat impian besarnya terwujud.

Reformasi yang digalakkan oleh Shang Yang ini kemudian dimanfaatkan dengan penuh oleh Raja Zhaoxiang (memerintah 307 – 251 SM), cucu Adipati Xiao. Raja Zhaoxiang adalah seorang raja yang agresif, selama masa pemerintahannya ia berungkali mengirim pasukan Qin untuk menyerang negara-negara bagian lainnya demi meluaskan wilayah dan pengaruh negeri Qin. Di masa ini, dari berbagai negara bagian yang berdiri selama periode musim semi dan musim gugur, kini hanya tersisa 7 negara bagian saja yaitu; Qin, Zhao, Yan, Qi, Han, Wei, dan Chu. Di bawah Raja Zhaoxian, negeri Qin kerap kali menyerang negeri Han, Wei, dan Zhao, dan dengan setiap serangan ini semakin bertambah luas pula wilayah dari negeri Qin. Negara-negara bagian yang lain mencoba untuk menghentikan negeri Qin dengan membentuk aliansi, namun aliansi ini tidak berdampak banyak karena pada saat yang sama negeri Qin mampu mengalahkan negeri Zhao dalam pertempuran Changping dan membunuh 400.000 prajurit Zhao dengan cara dikubur hidup-hidup. Semua kejahatan ini dilakukan oleh jenderal Bai Qi yang terkenal brutal dan kejam.

Namun Raja Zhaoxiang terlalu meremehkan musuhnya hingga akhirnya pasukan Qin kalah dalam pertempuran dan berhasil dipukul mundur. Gagalnya serbuan pasukan Qin ini merupakan suatu kemunduran bagi usaha ekspansi negeri Qin. Namun Tindakan gegabah yang dilakukan Raja Zhaoxiang dengan menyerbu negeri Zhao hampir saja mengakhiri Riwayat Yiren, seorang pangeran asal Qin yang dijadikan tawanan di negeri Zhao. Pangeran Yiren adalah cucu Raja Zhaoxiang dan anak dari putra mahkota Qin bangsawan Anguo. Karena berasal dari selir maka Yiren bukanlah kandidat kuat untuk penerus takhta, oleh karenanya ia kemudian dikirim ke negeri Zhao untuk menjadi sandera jaminan kedamaian disana.

Yiren hidup serba susah di Zhao, kehidupannya ini diperhatikan oleh seorang pedagang asal negeri Han Bernama Lü Buwei. Sebagai seorang pedagang yang berotak encer Lü dengan cepat melihat kesempatan untuk dimanfaatkan. Lü kemudian mendekati Yiren dan berkomplot dengannya untuk menjadikan Yiren sebagai raja Qin berikutnya. Setelah berhasil mengelabui istri kesayangan bangsawan Anguo, Yiren kemudian diangkat menjadi calon penerus takhta negeri Qin. Sementara itu untuk menyenangkan hati Yiren, Lü memberikan gundiknya yang terkenal cantik dan menawan yaitu Zhao Ji sebagai pendamping Yiren. Dari pernikahan ini lahirlah seorang anak Bernama Zhao Zheng, anak kecil yang akan membawa perubahan besar bagi sejarah Tiongkok.

Sekian lama tinggal di Zhao negeri Qin sekali lagi menyerbu Zhao. Serbuan ini membuat rakyat negeri Zhao mencari-cari Yiren untuk membunuhnya demi melampiaskan amarah mereka. Lü yang tidak ingin rencana yang sudah ia buat dengan matang hancur sia-sia dengan segera menyelundupkan Yiren keluar dari Zhao, meninggalkan anak dan istrinya sendirian. Zheng yang ditinggal dengan ibunya di Zhao hidup serba ketakutan, tidak ada satupun anak seumurannya yang mau bermain dengannya, dan siapapun yang bertemu dengannya selalu menghinanya sebagai anak yatim dari Qin. Masa kecil yang kelam ini nanti akan membawa Zheng menjadi pribadi yang berkemauan keras dan paranoid.

Setelah sekian lama memerintah Raja Zhaoxiang kemudian wafat pada tahun 251 SM. Ia digantikan oleh bangsawan Anguo yang bergelar Raja Xiaowen, namun Raja Xiaowen wafat secara misterius pada tahun 250 SM, takhta pun jatuh ke tangan Yiren yang bertakhta sebagai Raja Zhuangxiang. Sebagai tanda itikad baik negeri Zhao memulangkan Zheng dan ibunya ke Qin. Dari sinilah Zhao Zheng kemudian mengganti nama marganya menjadi Ying, ia kemudian dikenal sebagai Ying Zheng.

Raja Zhuangxiang meninggal di tahun 247 SM meninggalkan takhta Qin di tangan Ying Zheng yang masih berumur 13 tahun. Karena kurang umur, kekuasaan pun dipegang oleh Lü Buwei yang telah diangkat sebagai perdana Menteri Qin. Sementara itu Raja Zheng sendiri membenci Lü karena ia beranggapan bahwa Lü telah menyalahi wewenangnya sebagai perdana Menteri dan menghina dirinya. Oleh karenanya Ketika Ying Zheng berumur 21 tahun ia berencana untuk menyingkirkan Lü, ia pun berhasil menyingkirkan Lü atas dalih pemberontakan yang dilakukan oleh orang bawahan Lü.

Pasca perginya Lü, kini Ying Zheng bebas untuk mewujudkan impian terbesarnya, yaitu menyatukan Tiongkok. Ying Zheng mengirim pasukan besar untuk menyerang negeri Zhao, musuh bebuyutan Qin. Dalam pertempuran ini pasukan Zhao berhasil bertahan dari gempuran pasukan Qin, karena perang semakin berlarut-larut seorang jenderal Qin menyarankan Ying Zheng untuk menyerang negeri Han yang lebih lemah terlebih dahulu. Rencana ini disetujui dan dengan cepat negeri Han jatuh ke tangan Qin. Tak berapa lama kemudian negeri Zhao juga jatuh ke tangan Qin akibat pengkhianatan dari perdana Menteri Zhao. Target berikutnya adalah negeri Wei, setelah dikepung sekian lama Ibukota Wei pun jatuh akibat dibanjiri dengan air sungai, menjadikan wei negeri ketiga yang ditundukkan.

Ketakutan melihat sepak terjang Qin, pengeran Dan dari Yan mengutus pembunuh bayaran Bernama Jing Ke untuk membunuh Ying Zheng namun gagal. Sebagai gantinya Ying Zheng menyerang negeri Yan dan melenyapkannya. Setelahnya Ying Zheng mengutus 600.000 orang pasukan untuk menguasai negeri Chu, tidak butuh waktu lama negeri Chu pun bertekuk lutut. Kini tersisa negeri Qi, namun raja Qi yang bodoh mau dibujuk untuk menyerah kepada Qin, akhirnya negeri Qi pun takluk dihadapan Qin.

Setelah menyatukan Tiongkok pada 221 SM, Ying Zheng mendirikan dinasti kekaisaran pertama di Tiongkok, semenjak saat itu ia dikenal sebagai Kaisar Qinshihuangdi. Qinshihuang memulai program pembangunan besar-besaran untuk menunjukkan wibawa kaisar, seperti pembangunan istana Epang, Mausoleum Lishan, serta tembok besar Tiongkok. Untuk mempermudah komunikasi dan perdagangan, Qinshihuang melakukan standarisasi nilai berat dan tulisan di Tiongkok yang masih dipakai sampai saat ini. Terobosan-terobosan yang ia lakukan berhasil menyatukan Tiongkok dalam berbagai sisi, menjadikan Tiongkok benar-benar bersatu menjadi satu negara setelah runtuhnya dinasti Zhou.

Namun Qinshihuang sangat terobsesi dengan keabadian, sebagai akibatnya ia sering meminum obat-obatan yang mengandung merkuri. Masyarakat Tiongkok percaya bahwa merkuri mampu membuat Panjang umur, namun mereka tidak mengetahui tentang efek buruk merkuri bagi tubuh manusia. Sebagai akibat dari konsumsi merkuri secara berlebihan, Qinshihuangdi mengalami keracunan merkuri yang kemudian merenggut nyawanya di tahun 210 SM, hanya 11 tahun pasca penyatuan Tiongkok. Dibawah penerusnya dinasti Qin yang beru berdiri runtuh dengan cepat, meskipun tidak memerintah dengan lama kebijakan-kebijakan Qinshihuang akan membentuk sejarah Tiongkok untuk ribuan tahun kedepan.

4.     Kelebihan Buku

Buku yang ditulis oleh Michael Wicaksono ini tulisannya mudah dimengerti karena buku ini ditulis seperti novel maka pembaca akan merasa seperti sedang membaca novel. Selain itu buku ini juga menyelami cukup dalam tentang kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Tiongkok di masa itu sehingga akan lebih dapat memahami kejadian dan peristiwa yang disuguhkan didalam buku.

5.     Kekurangan Buku

Kekurangan terbesar dari buku ini adalah banyaknya idiom dan dan istilah-istilah dari Bahasa Mandarin yang digunakan sehingga sangat menyusahkan bagi pembaca yang tidak menguasai Bahasa Mandarin. Selain itu meski buku ini telah menyiapkan prosedur pengejaan Hanyu-pinyin, namun saya rasa prosedur ini kurang lengkap dan susah diingat, karena kita tahu sendiri Bahasa Mandarin adalah Bahasa yang sangat bergantung pada vokal sehingga salah pengejaan sedikit saja maka arti dari keseluruhan kata akan salah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Senjata Api

Pembangunan Jalan MERR di Surabaya